Monday, December 13, 2010

Journey To the North Sumatera


Setelah melewati selat Sunda yang memisahkan Merak di jawa dan bkahuni di Sumatera, saya pun memulai perjalanan melintasi pulau ke enam terbesar di dunia ini. Sumatera merupakan nama yang berasala dari kata Samudera, sebuah nama kerajaan pada masa lampau yang terletak di bagian paling utara pulau ini (Samudera Pasai). Karena perbedaan dialek, penjelajah terkenal asal Maroko, Ibnu Battutah, menyebutnya Samathra yang akhirnya menjadi Sumatera pada masa sekarang. Sumatera juga dikenal dengan sebutan Andalas dan Swarnadwipa dalam bahasa sanksekerta yang berarti pulau emas.
   Pejalanan malam dari Bakahuni merupakan jalur yang masih bisa dibilang aman untuk dilalui hingga Kota Bumi di ujung provinsi Lampung. Perjalanan dari Kota Bumi menuju Sumatera Selatan hingga daerah-daerah di Jambi sebaiknya dilakukan pada siang hari. Walaupun isu bajing loncat (perompak), saat ini bisa dikatakan aman, antisipasi adalah hal yang tidak ada ruginya. Masih ada aroma mencekam ketika jmelintasi hutan-hutan dengan jalanan yang sempit di daerah  Muara Enim, Lahat hingga Tebing Tinggi.
   Setelah melewati perbatasan Jambi dengan Sumatera Barat, akan mendapati kota kecil Kiliran Jao. Di sana ada persimpangan yang membagi jalur lintas Sumatera ke arah Riau dan Padang. Saya yang bertujuan ke Sumatera Utara memilih jalur menuju Padang yang nantinya juga akan menemukan persimpangan di kota Solok yang membagi jalur ke arah Padang atau langsung ke Bukit Tinggi via Danau Singkarak. Dalam beberapa kali perjalanan lintas Sumatera, jalur danau Singkarak adalah jalur yang lebih ringkas untuk dilalui. namun pada perjlanan kali ini, saya mencoba jalur Solok-Padang yang melintasi jalanan curam dan menanjak di kaki gunung Talang. Jalur ini dikenal dengan Sitinjau Lawik yang dalam bahasa Minang berarti tempat untuk melihat laut.
  Jalur yang cukup mengerikan namun menarik. Ada banyak penjual markisa di sederetan jalur ini. jalur ini juga melintasi Taman Raya Bung Hatta yang menawarkan keindahan alami tumbuhan langka dan bunga-bunga eksotis. Sesampainya di Padang, perjalanan berlanjut menuju Bukit Tinggi melalui jalur wisata Lembah Anai yang cukup indah (saya melewati jalur ini seminggu sebelum gempa Padang)..
  Sesampainya di Bukit Tinggi, akan banyak tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Mulai dari jam Gadang, Lubang Jepang, hingga wisata belanja berbagai suvenirdi Pasar Atas. dari Bukit Tinggi, perjalanan berlanjut menuju Panti yang sebelumnya melewati kota katulistiwa, Bonjol, yang juga asal pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol. You are crossing the equator sebuah tulisan yang menghibur anda ketika melewati titik katulistiwa di kota itu.
  Akhirnya setelah melewati Rimbo Panti, sampai lah saya di daerah Bukit Dua Balek. Jalur perbatasan yang cukup kecil dan kurang terawat ini akan mengantarkan saya menuju Muarasipongi kemudia Kota Nopan yang merupakan kota kelahiran saya. Perjalanan dua jam lagi akhirnya mengantarkan saya ke Padang Sidempuan, Sumatera Utara yang menjadi tujuan akhir, lebih dari 1500 km dari Jakarta.
  

Peta jalur lintas tengah Sumatera
Bakahuni-Bandar Lampung-Bandar Jaya-Kota Bumi-Bukit Kemuning-Martapura-baturaja-Muara Enim-lahat-Tebing Tinggi-Lubuk Linggau-Sorolangun-bangko-Muara Bungo-Sungai Dareh-Kiliran Jao-Singkarak-Bukit Tinggi-Bonjol (atau bisa via Solok-Padang-Bukit Tinggi)-Bonjol-Muara Sipongi-Kota Nopan-padang Sidimpuan.
  
...

 




NB : Semua foto diambil dari dalam kendaraan.

2 comments:

Anonymous said...

singgah lah ke rumah ku dulu gonto,,,UDO

Edmiraldo Siregar said...

kan dulu udah pernah singgah Zabut..
nantilah, aku pasti singgah asal dikenalkan sm teman2 doktermu yg cantik2...
hahahha

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys