Bandung 786 Km adalah jarak yang tertera di stasiun Probolinggo yang sepi di sore itu (Juli 2011). Matahari yang mulai meredup dan teriakan-teriakan para pengayuh becak yang kami acuhkan mengiringi perjalan kami meninggalkan rel usang menuju Besuki yang masih membingungkan. Malam mengusir sore, namun kami mengundang mereka. Mereka yang katanya mencintai alam dan mau tak mau mencintai kami yang cuma "ceritanya" pecinta alam.
Mereka yang kemudian menaikkan kami ke truk lemah namun ramah menuju Besuki,lalu berpisah dan akhirnya berjuang sendiri menuju Baderan. Melanjutkan langkah-langkah kecil dari kaki yang mungil menuju Cikasur yang tak terdefenisikan lalu ke Cisentor yang menyegarkan. Melewati malam-malam berjuta kabut demi sang puncak Argopuro. Demi Akar, Bunga, Pucuk, Semak, dan Sang Selada Air.
Akhirnya, setelah terjal selesai dicumbu dengan berkah kasih dari edelweis sayang, kecemburuan pun ditinggalkan untuk pepohonan. Pulang tersiksa oleh bukit-bukit penyesalan sebagai derita akibat meninggalkan si Rengganis yang manis, manis, manis..
Mereka yang kemudian menaikkan kami ke truk lemah namun ramah menuju Besuki,lalu berpisah dan akhirnya berjuang sendiri menuju Baderan. Melanjutkan langkah-langkah kecil dari kaki yang mungil menuju Cikasur yang tak terdefenisikan lalu ke Cisentor yang menyegarkan. Melewati malam-malam berjuta kabut demi sang puncak Argopuro. Demi Akar, Bunga, Pucuk, Semak, dan Sang Selada Air.
Akhirnya, setelah terjal selesai dicumbu dengan berkah kasih dari edelweis sayang, kecemburuan pun ditinggalkan untuk pepohonan. Pulang tersiksa oleh bukit-bukit penyesalan sebagai derita akibat meninggalkan si Rengganis yang manis, manis, manis..
...
0 comments:
Post a Comment